Pakar Kebijakan Hutan IPB University, Prof. Dodik Ridho Nurochmat, menduga kayu-kayu tersebut merupakan kombinasi dari keduanya. "Dari gambar terlihat potongan kayu berukuran kecil dan besar. Tapi tidak bisa dilihat secara detail apakah potongannya rapi atau akibat tumbang alami," ujarnya.
Menurut Dodik, longsor ini tidak hanya disebabkan curah hujan tinggi dan kondisi geologi, tetapi juga diperparah aktivitas manusia yang kurang memperhatikan lingkungan. Sisa penebangan yang tidak tuntas atau pembersihan lahan yang ceroboh meningkatkan risiko bencana saat cuaca ekstrem.
"Bisa dari penebangan lama atau pembersihan lahan yang tidak tuntas. Jika terbawa arus air, kayu itu akan mengambang. Namun bisa juga dari penebangan kayu yang baru. Untuk itu harus ada investigasi," tegasnya.
Dodik menambahkan, identifikasi sumber kayu gelondongan penting untuk menentukan langkah mitigasi yang tepat. Kayu hasil tebangan biasanya memiliki potongan rapi, sementara kayu tumbang alami cenderung patah tidak beraturan. Pemeriksaan langsung di lapangan diperlukan untuk menilai keterlibatan aktivitas manusia.
Longsor di Sumut dipicu kombinasi faktor alam dan aktivitas manusia. Curah hujan tinggi dan kondisi geologis yang labil diperparah oleh deforestasi dan praktik pembersihan lahan yang tidak berkelanjutan.
Dodik menekankan pentingnya pengelolaan hutan berkelanjutan dan penegakan hukum lingkungan yang ketat. "Masyarakat harus bisa mengambil manfaat dari hutan tanpa merusaknya," pungkasnya.









