Jakarta (Liputan6.com) – Bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh terus menimbulkan duka. Hingga Sabtu (6/12/2025), BNPB melaporkan jumlah korban meninggal dunia telah mencapai 914 jiwa, bertambah 47 orang dari hari sebelumnya.
"Di Aceh, sebanyak 359 orang meninggal dunia, Sumatera Utara 329 jiwa, dan Sumatera Barat 226 jiwa," ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam konferensi pers.
Tim SAR masih terus berupaya mencari korban hilang. Data terbaru mencatat, sebanyak 389 orang masih belum ditemukan. Kabar baiknya, jumlah ini menurun dari hari sebelumnya yang mencapai 521 orang, setelah beberapa korban dilaporkan selamat. "Ada beberapa korban yang sebelumnya dilaporkan hilang tapi di beberapa tempat dilaporkan selamat," kata Muhari.
Mengapa Sumatera Banjir?
Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Sumatera sejak 24 November lalu bukan hanya disebabkan oleh curah hujan ekstrem. Menurut Ketua Program Studi Meteorologi ITB, Muhammad Rais Abdillah, ada tiga faktor utama yang memicu tragedi ini:
- Kondisi Atmosfer Aktif: Wilayah Sumatera bagian utara sedang berada pada puncak musim hujan dengan curah hujan yang sangat tinggi.
- Kerusakan Lingkungan: Degradasi lingkungan menurunkan kemampuan tanah dalam menyerap air.
- Kapasitas Tampung Wilayah yang Melemah: Alih fungsi lahan memperparah dampak curah hujan.
Rais menjelaskan, fenomena atmosfer seperti pusaran atau vortex dari Semenanjung Malaysia yang berkembang menjadi Siklon Tropis Senyar di Selat Malaka turut memperkuat hujan ekstrem di wilayah tersebut.
Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, Heri Andreas, menambahkan bahwa kemampuan suatu wilayah dalam menerima, menyerap, dan mengelola air sangat penting. "Banjir bukan hanya soal hujan. Ini soal bagaimana air diterima, diserap, dan dikelola oleh permukaan bumi," tegasnya. Ia menekankan pentingnya perencanaan tata ruang berbasis risiko untuk mencegah bencana serupa terulang di masa depan.









