• 10 Des 2025

Soeharto: Dari Barak KNIL ke Panggung Pahlawan, Sebuah Kontroversi Sejarah

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto pada 10 November lalu menuai polemik. Di tengah perdebatan panas di media sosial, terungkap…

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto pada 10 November lalu menuai polemik. Di tengah perdebatan panas di media sosial, terungkap sisi lain perjalanan hidup mantan presiden RI itu: masa lalunya sebagai tentara KNIL.

Sebelum menjadi tokoh sentral dalam sejarah Indonesia, Soeharto muda ternyata pernah berseragam tentara kolonial Belanda. Bukan idealisme, melainkan kesulitan ekonomi yang mendorongnya bergabung dengan Koninklijke Nederlandsch Indisch Leger (KNIL).

"Saya menemukan kesenangan dan mulai tertarik untuk benar-benar bisa hidup dari pekerjaan ini," ungkap Soeharto dalam otobiografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.

Lulusan Schakelschool Muhammadiyah ini melihat KNIL sebagai jalan keluar. Pada Juni 1940, di tengah berkecamuknya Perang Dunia II, Soeharto mengikuti rekrutmen besar-besaran KNIL.

"Tak dinyana, kesempatan datang untuk melamar masuk KNIL. Pada mulanya sama sekali tidak saya kira bahwa lamaran yang saya ajukan akan merupakan anak kunci yang membuka pintu lapangan hidup yang menyenangkan," tuturnya.

Soeharto memilih jalur kortverband, yang menjanjikan kenaikan pangkat lebih cepat. Ia menjalani latihan dasar di Depo Gombong, menikmati kerasnya disiplin militer. "Saya menyadari bahwa saya cocok terhadap kehidupan disiplin ketentaraan," katanya.

Setelah lulus sebagai yang terbaik, Soeharto ditempatkan di Batalyon ke-13 KNIL di Rampal. Namun, ambisinya untuk meraih pangkat sersan terhenti ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942.

Menurut A. Yogaswara dalam Biografi Dari Pada Soeharto: Dari Kemusuk hingga Kudeta Camdessus, saat itu Soeharto yang berpangkat sersan memilih desersi daripada menjadi tawanan Jepang. Ia dan rekannya kabur ke Yogyakarta dengan uang hasil berjudi.

"Jepang berkuasa di tanah air kita. Saya tidak mau ditawan… Waktu mulai main cemeh itu saya hanya punya uang satu gulden. Tetapi dalam permainan kartu itu uang saya bertambah menjadi 50 gulden. Dan uang itulah yang saya pergunakan bersama Amat Sudono pulang ke kampung," tandasnya.

Kisah Soeharto di KNIL ini menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan panjangnya, dari barak tentara kolonial hingga menjadi Pahlawan Nasional yang kontroversial.

Artikel ditulis oleh
ReporterPramono

Sorotan

Lima Generasi Keluarga Endang Sumitra: Setia Mengabdi di Istana Bogor
Bogor - Sebuah dedikasi lintas generasi terukir di Istana Bogor. Keluarga Endang Sumitra telah mengabdikan diri selama lima generasi, merawat...
16 Nov 2025Sejarah
Alex Kawilarang: "Saya Bukan Pahlawan!"
Jakarta - Kolonel Inf. (Purn.) Alexander Evert Kawilarang, tokoh militer yang dikenal sebagai pendiri pasukan komando cikal bakal Kopassus, menolak...
14 Nov 2025Sejarah
Jejak Pipa Gas Kolonial: Dulu Belanda, Kini Milik Indonesia
Jaringan gas di Indonesia punya sejarah panjang. Dimulai dari era kolonial Belanda, sempat terhenti karena perang, lalu dinasionalisasi. Bagaimana kelanjutan...
13 Nov 2025Sejarah
NU dan "Benteng Terakhir": Mengapa Kementerian Agama Begitu Penting?
Nahdlatul Ulama (NU) dikenal memiliki pengaruh kuat dalam pemerintahan Indonesia. Salah satu alasan utamanya adalah demi mengamankan posisi strategis di...
10 Nov 2025Sejarah
Kontroversi Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Mencuat
Jakarta - Rencana pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto memicu perdebatan sengit di tengah masyarakat. Pro...
8 Nov 2025Sejarah
"Pangku": Potret Pilu Kehidupan Marginal Lewat Lensa Reza Rahadian
INDRAMAYU, JAWA BARAT – Hiruk pikuk dangdut koplo memecah keheningan malam di sebuah perkampungan Indramayu. Di tengah gemerlap kafe remang,...
8 Nov 2025Sejarah
Ads
ads