Samosir, Sumatera Utara. Menara Doa Sinatapan resmi berdiri di tahun 2017 tanggal 20 Desember sebagai salah satu destinasi rohani dan wisata terbaru di Samosir, menawarkan pemandangan spektakuler Danau Toba dari ketinggian. Menara ini tidak hanya menjadi tempat untuk menikmati panorama alam, tetapi juga menjadi simbol keimanan dan tempat perenungan bagi pengunjung dari berbagai daerah.
Terletak di Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Menara Doa Sinatapan dibangun dengan arsitektur sederhana namun sarat makna. Kata Sinatapan sendiri berarti “melihat” atau “menatap,” mencerminkan fungsi utama tempat ini sebagai lokasi untuk merenung sambil menatap keagungan ciptaan Tuhan. Dari menara setinggi sekitar 10 meter ini, pengunjung dapat melihat hamparan Danau Toba, Pulau Samosir, dan perbukitan hijau yang memesona.
Brigjen Pol (P) Adv. Drs. Jannes Sinurat, S.H. dan dr. Hawani F.R. br. Nadeak, M.Th berkata bahwa :
“Kami dengan penuh sukacita menyampaikan bahwa Menara Doa Sinatapan terbuka untuk siapa saja, tanpa memandang usia maupun latar belakang agama. Setiap orang, dari anak-anak hingga lansia, dari latar belakang kepercayaan apapun, dipersilakan datang dan merasakan ketenangan, keindahan, serta kekuatan doa di tempat ini.
Kami percaya bahwa kehadiran Menara Doa Sinatapan bukan hanya sebagai tempat peribadahan atau perenungan semata, tetapi juga sebagai ruang bersama untuk semua orang yang ingin menikmati kedamaian dan keindahan ciptaan Tuhan dari ketinggian Danau Toba. Mari datang dengan hati yang terbuka, saling menghormati, dan bersama-sama menjaga kedamaian di tempat ini.”
Dengan pemandangan yang menakjubkan, suasana tenang, serta nilai religius yang mendalam, Menara Doa Sinatapan kini menjadi destinasi wajib bagi wisatawan yang ingin menikmati pesona Danau Toba sambil mengisi ulang energi rohani.
Samosir, 28 Juni 2025, di tengah panorama indah Danau Toba, sebuah pernikahan sakral berlangsung penuh hikmat di Menara Doa Sinatapan, Samosir. Pasangan Hendry Donald Hanesty Sinurat, B.Eng., M.Sc dan Efriska Ginasti Mayangsari Br. Nadeak, S.KPm., M.Si memilih merayakan hari bahagia mereka dengan mengikat janji suci pernikahan di tepi danau kebanggaan Sumatera Utara ini.
Yang membuat pernikahan ini istimewa, keduanya bukanlah penduduk asli Samosir, dan bahkan lahir serta besar di luar Sumatera Utara. Namun, kerinduan mereka terhadap kampung halaman leluhur begitu besar, hingga mendorong keputusan untuk menikah di jantung budaya Batak, di pulau Samosir yang dikelilingi keindahan Danau Toba.
“Ini adalah wujud syukur kami sekaligus bentuk kepedulian untuk ikut melestarikan keindahan alam dan budaya Samosir. Kami berharap semakin banyak generasi muda yang juga mencintai tanah leluhur,” ujar Efriska.
Acara pernikahan yang dilangsungkan pada 28 Juni 2025 ini mengusung konsep tradisional dengan sentuhan adat Batak, dipadukan dengan suasana alam terbuka yang menawan. Dengan latar belakang birunya Danau Toba dan sejuknya angin perbukitan, prosesi pernikahan berlangsung penuh makna dan kekhidmatan, disaksikan keluarga besar, sahabat, kerabat terdekat hingga pejabat Polri dan pejabat pemerintahan.
Pemilihan lokasi di Menara Doa Sinatapan, Samosir, bukan hanya sekadar tempat, tetapi juga menjadi simbol harapan dan doa bagi masa depan mereka. Pasangan ini berharap kehadiran mereka turut menginspirasi lebih banyak orang untuk berkunjung dan mendukung kemajuan pariwisata Samosir.
“Meski kami lahir dan besar jauh dari Sumatera Utara, hati kami selalu terpanggil untuk kembali. Kami ingin pernikahan ini menjadi pengingat bahwa kecintaan pada tanah kelahiran tidak pernah luntur,” ungkap Hendry.
Melalui momentum ini, Hendry dan Efriska berharap bisa berkontribusi dalam memperkenalkan keindahan Samosir kepada lebih banyak orang, sekaligus mengajak generasi muda untuk melestarikan adat dan budaya Batak.
Untuk informasi lebih lanjut terkait acara dan inisiatif pelestarian budaya di Samosir, dapat mengunjungi akun Instagram @menaradoasinatapan.
Tinggalkan komentar
Anda harus masuk untuk berkomentar.