Jakarta – Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional membawa angin segar dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep Nana Mulyana mengungkapkan, KUHP Nasional akan memperkenalkan sanksi pidana kerja sosial sebagai salah satu instrumen utama.
"KUHP Nasional akan membawa perubahan fundamental. Penjara, ke depannya, bukan lagi instrumen utama, tetapi akan menjadi ultimum remedium atau upaya terakhir," tegas Asep Nana usai menyaksikan penandatanganan MoU tentang Penerapan Pidana Kerja Sosial bagi Pelaku Tindak Pidana di Mataram, Rabu (26/11/2026).
Pidana kerja sosial menjadi alternatif hukuman selain denda, pengawasan, dan pidana bersyarat. Penerapannya akan disesuaikan dengan kondisi daerah dan kemampuan terpidana.
"Nanti akan dilihat, apakah pelaku itu punya kapasitas, punya kemudahan keahlian tertentu dan sebagainya. Itu akan disesuaikan," jelas Asep Nana.
Lebih lanjut, Asep Nana menekankan bahwa pidana kerja sosial tidak terbatas pada pekerjaan fisik semata. "Alternatif sanksinya tidak semata-mata membersihkan jalan. Tidak semata-mata membersihkan got. Tapi juga bentuk-bentuk lain sesuai kebutuhan daerah. Prinsipnya adalah kebermanfaatan bagi masyarakat dan peningkatan kapasitas," pungkasnya.









