Jakarta, Liputan6.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menanti Surat Keputusan (SK) rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, dan dua mantan direksi lainnya dalam kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN).
Hingga Kamis (27/11/2025) sore, SK rehabilitasi yang menjadi dasar hukum pelepasan belum diterima KPK.
"Sampai dengan saat ini, KPK belum menerima surat keputusan rehabilitasi tersebut. Posisi KPK menunggu, untuk bisa menindaklanjuti keputusan rehabilitasi dalam perkara ASDP ini. Jadi, teman-teman mohon bersabar ya," ujar Juru Bicara KPK, Budi, kepada wartawan.
KPK kemudian memaparkan kembali duduk perkara yang menjerat para terdakwa hingga vonis dijatuhkan. Penyidikan mengungkap kondisi PT JN justru memburuk setelah diakuisisi, bergantung pada suntikan dana dari ASDP untuk menutupi utang dan biaya operasional.
"Berdasarkan serangkaian proses, KPK menemukan, pasca aksi akuisisi yang dilakukan ASDP, PT JN tidak memperoleh selisih (net cash flow) dan justru bergantung pada bantuan finansial PT ASDP untuk membayar utang dan operasional," jelas Budi.
Kondisi ini jauh dari proyeksi konsultan saat due diligence, di mana valuasi PT JN seolah-olah bernilai tinggi. KPK melakukan penghitungan ulang nilai saham PT JN dengan dua metode dan menemukan adanya pengkondisian dalam proses penilaian.
KPK menghitung ulang valuasi PT JN menggunakan metode discounted cash flow (arus kas diskonto) dan net asset (aset bersih). Hasilnya menunjukkan angka negatif:
- Metode discounted cash flow: nilai saham PT JN minus Rp383 miliar.
- Metode net asset: saham PT JN minus Rp96,3 miliar.
"Temuan tersebut, yang digunakan KPK dalam perhitungan kerugian negara," tegas Budi.
Selain itu, KPK menemukan penyimpangan tata kelola selama proses akuisisi, termasuk manipulasi dokumen strategis, pengabaian rekomendasi manajemen risiko, dan penyusunan aturan akuisisi dengan penanggalan mundur. Analisis kelayakan investasi berdasarkan data aktual juga menunjukkan akuisisi tersebut tidak layak secara bisnis.
Nilai imbal hasil investasi (internal rate of return) hanya 4,99%, sementara biaya modal (weighted average cost of capital /WACC) mencapai 11,11%. Kerugian diproyeksikan akan terus meningkat di masa depan.









