Jakarta – Muhammad Kerry Adrianto Riza, terdakwa kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah, melalui kuasa hukumnya, Patra M Zen, membacakan surat terbuka usai sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/11). Dalam suratnya, Kerry membantah keterlibatan ayahnya, Riza Chalid, dalam aksi demonstrasi yang terjadi pada Agustus 2025.
"Ayah saya tidak mungkin melakukan hal tersebut," tegas Kerry, menanggapi tudingan yang menyebut Riza Chalid sebagai dalang dan pendana demo. Ia juga membantah Riza Chalid adalah pemilik manfaat (beneficial owner) PT OTM, menegaskan bahwa ayahnya tidak terlibat dalam bisnis perusahaan tersebut. "Namanya tidak tercatat dan tidak pernah terlibat di perusahaan," imbuhnya.
Kerry juga menyoroti proses hukum yang ia jalani, merasa dicitrakan sebagai "penjahat besar" dan menjadi "sumber masalah Indonesia". Ia mempertanyakan keadilan atas penggeledahan, pemeriksaan, dan penahanan yang menurutnya tidak sesuai prosedur. Setelah ditahan hampir delapan bulan, ia baru menjalani persidangan pada 13 Oktober 2025.
Selain itu, Kerry membantah telah merugikan negara Rp 285 triliun seperti yang didakwakan. Ia menegaskan bahwa bisnisnya hanya menyewakan tangki penyimpanan BBM kepada Pertamina, dan tuduhan kerugian negara tersebut adalah "fitnah keji". Menurutnya, penyewaan terminal BBM justru membantu negara mengamankan cadangan energi, dengan manfaat hingga Rp 145 miliar per bulan.
Kerry juga menjelaskan bahwa terminal BBM yang dimilikinya dibeli dengan pinjaman bank dalam negeri dan hingga kini belum lunas. Ia mempertanyakan mengapa terminalnya masih digunakan oleh Pertamina jika bermasalah. Terkait dakwaan kerugian negara atas penyewaan OTM senilai Rp 2,9 triliun, Kerry menjelaskan bahwa angka tersebut adalah total nilai kontrak sewa selama 10 tahun, dan tangki BBM digunakan secara maksimal oleh Pertamina.
Kerry menuturkan bahwa mantan Dirut PT Pertamina, Karen Agustiawan, menyatakan tidak pernah tahu pemilik PT OTM. Mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya Huktyanta juga membantah adanya intervensi dari Riza Chalid terkait kerja sama terminal BBM tersebut.
Kerry berharap suratnya dapat diketahui oleh Presiden Prabowo Subianto. Ia tidak meminta perlakuan istimewa, melainkan proses yang adil berdasarkan fakta, bukan opini atau kepentingan tersembunyi. "Jika bersalah, saya siap dihukum. Tapi jika kebenaran berkata lain, tolong jangan biarkan saya dikriminalisasi," pungkasnya.









